MARIA BUNDA ALLAH
MARIA BUNDA ALLAH
(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RAYA SP MARIA BUNDA ALLAH – Rabu, 1 Januari 2014)
HARI PERDAMAIAN SEDUNIA
theotokos1
Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. Ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkataan itu di dalam hatinya dan merenungkannya. Kemudian kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. Ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. (Luk 2: 16-21)
Bacaan Pertama: Bil 6:22-27; Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3, 5-6,8; Bacaan Kedua: Gal 4:4-7
Satu pekan telah berlalu sejak perayaan Natal, hari kelahiran Juruselamat kita, Yesus. Liturgi hari ini mengundang kita untuk duduk di samping Maria dan sekali lagi meninjau ulang peristiwa-peristiwa Natal yang diliputi misteri itu. Kita diingatkan akan perjalanan jauh ke wilayah selatan (Yehuda); pintu-pintu rumah penginapan yang tertutup rapat-rapat bagi keluarga kudus, dan kelahiran Yesus di kandang hewan di Betlehem. Di sana, di padang malaikat memberitahukan kepada para gembala tentang “kabar baik penuh sukacita”; lalu sebuah paduan suara para malaikat menyanyikan “Gloria”. Ini adalah delegasi pribadi dari Allah dari dunia-Nya untuk menyambut kedatangan-Nya ke dalam dunia kita-manusia. Ini dan peristiwa-peristiwa lainnya terjadi begitu cepat sehingga Maria tidak mempunyai cukup waktu untuk menganalisisnya satu persatu; dan pada hari ini dia duduk dan menyimpan serta merenungkan segala perkataan yang dikatakan mereka tentang Anak-nya, Yesus (Luk 2:17-19).
Kita pun dapat berdiam sejenak untuk mempertimbangkan dampak dari kelahiran Yesus atas kehidupan kita masing-masing. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan: (1) Saudari-Saudara dapat sekadar menghafal cerita-cerita Natal dan menyampaikannya kepada orang-orang lain – seringkali mencakup semua bab/pasal dan ayat secara lengkap, namun barangkali tanpa menghasilkan pemahaman yang memadai bagi yang mendengarkan. Ini bukanlah pendekatan gaya Maria. (2) Ada orang-orang yang terus-terusan terpesona dan takjub berkenaan dengan kabar baik Yesus Kristus; mereka berlompat-lompatan kegirangan karena excited dan penuh sukacita sampai-sampai seperti kesurupan. Ini pun bukanlah gaya Maria. (3) Tanggapan Maria terhadap kelahiran Yesus diceritakan dalam bacaan Injil hari ini. “Maria menyimpan segala perkataan itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19). “Merenungkan” di sini merupakan “kata kunci”. Kata ini mencakup “mendengarkan” dan “merasa takjub”, namun tetap melampaui kedua kata tersebut. Kelihatannya ini adalah sesuatu yang secara alamiah biasa dilakukan oleh Maria – mengheningkan diri untuk berpikir dan berdoa, menikmati kelemah-lembutan kasih Allah. (4) Langkah terakhir adalah menghayati dalam kehidupan apa yang direnungkan, hal mana juga dilakukan oleh Maria.
Walaupun sejarah tidak dengan mudah menempatkan Maria di samping Yesus, sesungguhnya tidak sulitlah bagi Maria untuk berdiri sendiri, karena nilai-nilai kehidupan yang dihayatinya dan keutamaan-keutamaan yang dimilikinya tidaklah tergantung kepada posisinya sebagai ibunda Yesus. Hal ini jelas memperkuat kualitas pribadinya, namun tidak membangunnya. Putera-Nya, Yesus, membuktikannya sendiri, yaitu ketika pada suatu hari Dia sedang mengajar, seseorang berseru kepadanya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu (catatan: maksudnya buah dada) yang telah menyusui Engkau” (Luk 11:27). Yesus menjawab: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk 11:28). Jadi, kita dapat mengatakan di sini bahwa Maria berbahagia (terberkati) bukanlah karena menjadi ibunda Yesus, melainkan karena mendengarkan sabda Allah dan melaksanakannya,
Maria banyak mendorong dan menyemangati kita semua. Dia – seperti kita semua – harus berdoa dan merenungkan sabda Allah langkah demi langkah sepanjang perjalanan ziarahnya di dunia. Allah tidak membuat mudah bagi diri Maria untuk menemukan makna kehidupannya sendiri maupun makna kehidupan Allah.
Permenungan-permenungan kita pada masa Natal yang penuh kegembiraan ini seharusnya mendorong kita untuk dengan penuh kepercayaan diri melangkah masuk ke dalam tahun yang baru, karena “hari ini telah lahir bagi kita sang Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan!” (bdk. Luk 2:11). Ibunda Yesus datang dari keluarga manusia kita, yang membuat kita terhubungkan dengan Allah. Ini adalah suatu misteri yang sungguh indah, yang tentunya kita ingin simpan dan merenungkannya dalam hati kita masing-masing.
DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu karena Putera-Mu telah masuk ke dalam kemanusiaan. Karena Dia menjadi seperti kami, maka Engkau pun memanggil kami sebagai anak-anak-Mu sendiri. Buatlah agar kami menjadi semakin serupa dengan Yesus, sehingga Engkau dapat melihat pencerminan-Nya dalam diri kami masing-masing. Amin.
(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RAYA SP MARIA BUNDA ALLAH – Rabu, 1 Januari 2014)
HARI PERDAMAIAN SEDUNIA
theotokos1
Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. Ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkataan itu di dalam hatinya dan merenungkannya. Kemudian kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. Ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. (Luk 2: 16-21)
Bacaan Pertama: Bil 6:22-27; Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3, 5-6,8; Bacaan Kedua: Gal 4:4-7
Satu pekan telah berlalu sejak perayaan Natal, hari kelahiran Juruselamat kita, Yesus. Liturgi hari ini mengundang kita untuk duduk di samping Maria dan sekali lagi meninjau ulang peristiwa-peristiwa Natal yang diliputi misteri itu. Kita diingatkan akan perjalanan jauh ke wilayah selatan (Yehuda); pintu-pintu rumah penginapan yang tertutup rapat-rapat bagi keluarga kudus, dan kelahiran Yesus di kandang hewan di Betlehem. Di sana, di padang malaikat memberitahukan kepada para gembala tentang “kabar baik penuh sukacita”; lalu sebuah paduan suara para malaikat menyanyikan “Gloria”. Ini adalah delegasi pribadi dari Allah dari dunia-Nya untuk menyambut kedatangan-Nya ke dalam dunia kita-manusia. Ini dan peristiwa-peristiwa lainnya terjadi begitu cepat sehingga Maria tidak mempunyai cukup waktu untuk menganalisisnya satu persatu; dan pada hari ini dia duduk dan menyimpan serta merenungkan segala perkataan yang dikatakan mereka tentang Anak-nya, Yesus (Luk 2:17-19).
Kita pun dapat berdiam sejenak untuk mempertimbangkan dampak dari kelahiran Yesus atas kehidupan kita masing-masing. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan: (1) Saudari-Saudara dapat sekadar menghafal cerita-cerita Natal dan menyampaikannya kepada orang-orang lain – seringkali mencakup semua bab/pasal dan ayat secara lengkap, namun barangkali tanpa menghasilkan pemahaman yang memadai bagi yang mendengarkan. Ini bukanlah pendekatan gaya Maria. (2) Ada orang-orang yang terus-terusan terpesona dan takjub berkenaan dengan kabar baik Yesus Kristus; mereka berlompat-lompatan kegirangan karena excited dan penuh sukacita sampai-sampai seperti kesurupan. Ini pun bukanlah gaya Maria. (3) Tanggapan Maria terhadap kelahiran Yesus diceritakan dalam bacaan Injil hari ini. “Maria menyimpan segala perkataan itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19). “Merenungkan” di sini merupakan “kata kunci”. Kata ini mencakup “mendengarkan” dan “merasa takjub”, namun tetap melampaui kedua kata tersebut. Kelihatannya ini adalah sesuatu yang secara alamiah biasa dilakukan oleh Maria – mengheningkan diri untuk berpikir dan berdoa, menikmati kelemah-lembutan kasih Allah. (4) Langkah terakhir adalah menghayati dalam kehidupan apa yang direnungkan, hal mana juga dilakukan oleh Maria.
Walaupun sejarah tidak dengan mudah menempatkan Maria di samping Yesus, sesungguhnya tidak sulitlah bagi Maria untuk berdiri sendiri, karena nilai-nilai kehidupan yang dihayatinya dan keutamaan-keutamaan yang dimilikinya tidaklah tergantung kepada posisinya sebagai ibunda Yesus. Hal ini jelas memperkuat kualitas pribadinya, namun tidak membangunnya. Putera-Nya, Yesus, membuktikannya sendiri, yaitu ketika pada suatu hari Dia sedang mengajar, seseorang berseru kepadanya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu (catatan: maksudnya buah dada) yang telah menyusui Engkau” (Luk 11:27). Yesus menjawab: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk 11:28). Jadi, kita dapat mengatakan di sini bahwa Maria berbahagia (terberkati) bukanlah karena menjadi ibunda Yesus, melainkan karena mendengarkan sabda Allah dan melaksanakannya,
Maria banyak mendorong dan menyemangati kita semua. Dia – seperti kita semua – harus berdoa dan merenungkan sabda Allah langkah demi langkah sepanjang perjalanan ziarahnya di dunia. Allah tidak membuat mudah bagi diri Maria untuk menemukan makna kehidupannya sendiri maupun makna kehidupan Allah.
Permenungan-permenungan kita pada masa Natal yang penuh kegembiraan ini seharusnya mendorong kita untuk dengan penuh kepercayaan diri melangkah masuk ke dalam tahun yang baru, karena “hari ini telah lahir bagi kita sang Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan!” (bdk. Luk 2:11). Ibunda Yesus datang dari keluarga manusia kita, yang membuat kita terhubungkan dengan Allah. Ini adalah suatu misteri yang sungguh indah, yang tentunya kita ingin simpan dan merenungkannya dalam hati kita masing-masing.
DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu karena Putera-Mu telah masuk ke dalam kemanusiaan. Karena Dia menjadi seperti kami, maka Engkau pun memanggil kami sebagai anak-anak-Mu sendiri. Buatlah agar kami menjadi semakin serupa dengan Yesus, sehingga Engkau dapat melihat pencerminan-Nya dalam diri kami masing-masing. Amin.
Komentar
Posting Komentar