DASAR KITAB SUCI TENTANG PERAYAAN HARI MINGGU SEBAGAI HARI TUHAN

DASAR KITAB SUCI TENTANG PERAYAAN HARI MINGGU SEBAGAI HARI TUHAN

Berikut ini adalah ayat-ayat Kitab Suci yang menjadi dasar ajaran Gereja untuk merayakan Hari Tuhan pada hari Minggu, sebagaimana dipaparkan oleh Paus Beato Yohanes Paulus II dalam Surat Apostoliknya, Dies Domini:
“20. …. Kebangkitan Yesus Kristus dari kematian terjadi pada “hari pertama setelah hari Sabat” (Mrk 16:2, 9; Luk 24:1; Yoh 20:1). Pada hari yang sama, Tuhan yang bangkit menampakkan diri kepada dua orang murid ke Emaus (lih. Luk 24:13-35) dan kepada kesebelas Rasul yang berkumpul bersama (cf. Luk 24:36; Yoh 20:19). Seminggu kemudian -seperti yang dihitung oleh Injil Yohanes (lih. Yoh 20:26)- para murid berkumpul kembali sekali lagi, ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka dan membuat-Nya dikenali oleh Tomas, dengan memperlihatkan kepadanya tanda-tanda dari Sengsara-Nya. Hari Pentakosta -hari pertama dari delapan minggu setelah Paska Yahudi (lih. Kis 2:1), ketika janji yang dibuat oleh Yesus kepada para Rasul setelah Kebangkitan-Nya digenapi dengan pencurahan Roh Kudus (lih. Luk 24:49; Kis1:4-5)- juga terjadi pada hari Minggu. Ini adalah hari proklamasi yang pertama dan Baptisan yang pertama: Petrus mengumumkan kepada orang-orang yang berkerumun bahwa Kristus telah bangkit dan “mereka yang menerima sabda-Nya dibaptis” (Kis 2:41). Ini adalah hari epifani Gereja, dinyatakan sebagai bangsa yang di dalamnya anak-anak Allah yang terpencar dikumpulkan dalam kesatuan, melampaui semua perbedaan mereka.
21. Adalah untuk alasan ini maka sejak dari zaman para Rasul, “hari pertama setelah hari Sabat”, hari pertama minggu, mulai membentuk ritme kehidupan bagi para rasul Kristus (lih. 1Kor 16:2). “Hari pertama setelah hari Sabat” adalah juga hari di mana jemaat di Troas berkumpul “untuk memecahkan roti”, ketika Paulus mengucapkan perpisahan dan secara mukjizat menghidupkan Eutikhus kembali (lih. Kis 20:7-12). Kitab Wahyu memberikan bukti praktek untuk menyebut hari pertama minggu sebagai “Hari Tuhan” (Why 1:10). Ini kini menjadi sebuah ciri yang membedakan umat Kristen dari dunia di sekitar mereka… Dan ketika umat Kristen menyebut “Hari Tuhan”, mereka memberikan kepada istilah ini arti yang penuh dari pemberitaan Paskah: “Yesus Kristus adalah Tuhan” (Flp 2:11; lih. Kis 2:36; 1Kor 12:3). Maka Kristus diberi gelar yang sama, yang oleh kitab Septuaginta biasanya digunakan untuk menerjemahkan apa yang dalam wahyu Perjanjian Lama adalah nama Tuhan yang melampaui segala ucapan: YHWH.
22. Di masa Kristen awal, ritme mingguan dari hari-hari, umumnya tidak menjadi bagian kehidupan di kawasan di mana Injil tersebar, dan hari-hari perayaan kalender Yunani dan Romawi tidak bertepatan dengan hari Minggu-nya umat Kristen. Maka, untuk umat Kristen, adalah sangat sulit untuk melaksanakan/ menerapkan Hari Tuhan pada suatu hari tertentu dalam setiap minggu.Hal ini menjelaskan mengapa umat beriman harus berkumpul sebelum matahari terbit. Namun demikian kesetiaan terhadap ritme mingguan kemudian menjadi norma, sebab hal itu berdasarkan atas Perjanjian Baru dan berkaitan dengan wahyu Perjanjian Lama. Ini sungguh digarisbawahi oleh para Apologist dan para Bapa Gereja dalam tulisan-tulisan dan khotbah mereka, di mana dalam mengatakan Misteri Paska, mereka menggunakan teks Kitab Suci yang sama, yang menurut kesaksian St. Lukas (lih. Luk 24:27, 44-47), Kristus yang bangkit sendiri telah menjelaskan kepada para murid.Menurut terang teks-teks ini, perayaan hari Kebangkitan tersebut memperoleh nilai doktrinal dan simbolis yang mampu menyatakan keseluruhan misteri Kristiani dalam segalanya yang baru.
23. Adalah ke-baru-annya [Misteri Kristiani] ini yang dalam katekese abad-abad pertama ditekankan sebagaimana diarahkan untuk menunjukkan keutamaan hari Minggu dibandingkan dengan Sabat Yahudi. Adalah di hari Sabat bangsa Yahudi harus berkumpul di sinagoga dan untuk beristirahat dengan cara yang ditentukan oleh hukum Taurat. Para Rasul, secara khusus St. Paulus, pada awalnya terus hadir di sinagoga sehingga di sana mereka dapat mewartakan Yesus Kristus, menjelaskan “perkataan nabi-yang dibacakan setiap hari Sabat” (Kis 13:27). Sejumlah komunitas [jemaat] melaksanakan Sabat sementara juga merayakan hari Minggu. Namun demikian, segera, kedua hari mulai dibedakan dengan lebih jelas, utamanya sebagai reaksi terhadap tuntutan sejumlah orang Kristen yang berasal dari kaum Yahudi, yang membuat mereka cenderung untuk mempertahankan kewajiban hukum Taurat yang lama …. Pembedaan hari Minggu dari Sabat Yahudi bahkan bertumbuh lebih kuat dalam pemahaman Gereja, meskipun terdapat masa dalam sejarah, ketika, karena kewajiban istirahat Minggu begitu ditekankan, sehingga Hari Tuhan cenderung menjadi mirip dengan hari Sabat. Tambahan lagi, terdapat kelompok-kelompok dalam kalangan Kristen yang melakukan baik Sabat maupun Minggu sebagai “dua hari yang bersaudara.”
24. Perbandingan hari Minggu Kristen dengan hari Sabat menurut visi Perjanjian Lama mendorong besarnya perhatian pandangan-pandangan teologis. Secara khusus, di sana timbul kaitan yang unik antara Kebangkitan dan Penciptaan. Pandangan Kristen secara spontan menghubungkan Kebangkitan Kristus, yang terjadi “di hari pertama minggu itu”, dengan hari pertama dari hari kosmik (lih. Kej 1:1-24) yang membentuk kisah Penciptaan di Kitab Kejadian: hari penciptaan terang (lih. Kej 1:3-5). Kaitan ini mengundang sebuah pemahaman Kebangkitan sebagai awal dari ciptaan yang baru, buah-buah sulung yang tentangnya Kristus yang mulia adalah, “yang sulung dari segala ciptaan” (Kol 1:15) dan “yang sulung dari antara orang mati” (Kol 1:18).
25. Akibatnya, hari Minggu adalah hari di atas semua hari yang lain, yang memanggil umat Kristen untuk mengingat keselamatan yang diberikan kepada mereka dalam Baptisan dan yang telah membuat mereka baru di dalam Kristus. “…Dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati… (Kol 2:12; lih. Rom 6:4-6). Liturgi menggarisbawahi dimensi baptis dari hari Minggu, baik dengan menyebutnya sebagai perayaan baptisan- sebagaimana pada Malam Paska- pada suatu hari dalam minggu “ketika Gereja memperingati Kebangkitan Tuhan”, dan dengan menganjurkan pemercikan air suci sebagai ritus tobat yang layak di awal Misa, yang mengingatkan akan saat Baptisan yang melaluinya lahirlah semua kehidupan Kristiani.” (Paus Beato Yohanes Paulus II, Dies Domini, 20-25).

DASAR TRADISI SUCI
Memang pada awalnya, sejumlah para murid merayakan ibadah pada hari Sabat dan hari Minggu, namun segera di zaman Gereja awal jemaat telah beribadah pada hari Minggu untuk memperingati dan merayakan hari Kebangkitan Kristus, sebagai penggenapan makna hari Sabat Perjanjian Lama. Ibadah pada hari Minggu telah dilakukan oleh jemaat perdana, sebagaimana diketahui dari tulisan-tulisan para Bapa Gereja, sebagaimana juga disebutkan dalam Dies Domini:
1.St. Ignatius dari Antiokhia (35-107 M.)
Dalam suratnya kepada jemaat di Magnesia, St. Ignatius mengatakan: “Jika mereka yang hidup di keadaan terdahulu harus datang menuju pengharapan yang baru, dengan tidak lagi menerapkan hari Sabat tetapi melestarikan Hari Tuhan, [yaitu] pada hari hidup kita telah muncul melalui Dia dan kematian-Nya …., rahasia/ misteri itu, yang darinya kita menerima iman kita, dan di dalamnya kita berteguh agar dapat dinilai sebagai para murid Kristus, Pemilik kita satu-satunya, bagaimana mungkin kita lalu dapat hidup tanpa-Nya, sedangkan faktanya, para nabi juga, sebagai para murid-Nya di dalam Roh Tuhan, menantikan Dia sebagai Pemilik [mereka]?” (St. Ignatius, To the Magnesians 9, 1-2: SC 10, 88-89.).
2. St. Yustinus Martir (150-160)
“Dan pada hari yang disebut Minggu, semua yang hidup di kota maupun di desa berkumpul bersama di satu tempat, dan ajaran-ajaran para rasul atau tulisan- tulisan dari para nabi dibacakan, sepanjang waktu mengijinkan; lalu ketika pembaca telah berhenti, pemimpin ibadah mengucapkan kata- kata pengajaran dan mendorong agar dilakukannya hal- hal yang baik tersebut. Lalu kami semua berdiri dan berdoa, dan seperti dikatakan sebelumnya, ketika doa selesai, roti dan anggur dan air dibawa, dan pemimpin selanjutnya mempersembahkan doa- doa dan ucapan syukur… dan umat menyetujuinya, dengan mengatakan Amin, dan lalu diadakan pembagian kepada masing- masing umat, dan partisipasi atas apa yang tadi telah diberkati, dan kepada mereka yang tidak hadir, bagiannya akan diberikan oleh diakon. Dan mereka yang mampu dan berkehendak, memberikan (persembahan) yang dianggap layak menurut kemampuan mereka, dan apa yang dikumpulkan oleh pemimpin, ditujukan untuk menolong para yatim piatu dan para janda dan mereka yang, karena sakit maupun sebab lainnya, hidup berkekurangan, dan mereka yang ada dalam penjara dan orang asing di antara kami, pendeknya, ia (pemimpin) mengatur [pertolongan bagi] semua yang berkekurangan. Tetapi hari Minggu adalah hari di mana kami mengadakan ibadah bersama, sebab hari itu adalah hari yang pertama, yaitu pada saat Tuhan, ….telah menciptakan dunia; dan Yesus Kristus Penyelamat kita pada hari yang sama telah bangkit dari mati. Sebab Ia telah disalibkan pada hari sebelum hari Saturnus (Sabtu); dan pada hari setelah hari Saturnus itu, yaitu hari Minggu, setelah menampakkan diri kepada para rasul dan murid-Nya, Ia mengajarkan kepada mereka hal- hal ini…..” (St. Justin, First Apology, ch. 67)
3.Teks Didascalia (abad ke-3)
“Tinggalkan segala sesuatu pada Hari Tuhan…, dan berlarilah dengan rajin kepada Ibadahmu, sebab itu adalah pujian bagi Tuhan. Jika tidak, dalih apakah yang mereka buat di hadapan Tuhan, mereka yang tidak bersekutu pada Hari Tuhan untuk mendengarkan sabda kehidupan dan makan santapan rohani yang bertahan selamanya?” (Didascalia, II, 59, 2-3: ed. F. X. Funk, 1905, pp. 170-171.)
4. Pernyataan para martir di zaman Diocletian (sekitar tahun 303)
Di zaman penganiayaan Diocletian di sekitar tahun 303, perkumpulan jemaat dilarang dengan keras, namun banyak di antara mereka dengan berani menentang dekrit kerajaan Roma, dan menerima kematian daripada kehilangan kesempatan mengikuti perayaan Ekaristi pada hari Minggu, sebagaimana disebutkan oleh St. Yustinus sebagai “Ibadah Minggu/ the Sunday Assembly“. Inilah yang terjadi pada para martir di Abitinam di Prokonsular Afrika, yang menjawab demikian kepada para penganiaya mereka: “Tanpa takut apapun kami merayakan Perjamuan Tuhan, sebab hal itu tak dapat dilewati, itu adalah hukum kami; Kami tak dapat hidup tanpa Perjamuan Tuhan.” Salah satu dari para martir itu mengatakan, “Ya, saya pergi ke Ibadah, dan merayakan Perjamuan Tuhan, dengan saudara-saudariku, sebab aku seorang Kristen.” (Acta SS. Saturnini, Dativi et aliorum plurimorum Martyrum in Africa, 7, 9, 10: PL 8, 707, 709-710.)
5. St. Basil (329-379)
St. Basilius menjelaskan bahwa hari Minggu melambangkan hari yang sungguh-sungguh satu-satunya yang akan sesuai dengan saat ini, suatu hari tanpa akhir yang tidak mengenal senja maupun pagi, suatu masa yang tak akan punah, yang tak akan menjadi tua; Minggu adalah nubuat kehidupan tanpa akhir yang memperbarui pengharapan umat Kristen dan menguatkan mereka di sepanjang jalan mereka. (Cf. St. Basil, On the Holy Spirit, 27, 66: SC 17, 484-485. Cf. also Letter of Barnabas 15, 8-9: SC 172, 186-189; St. Justin, Dialogue with Trypho 24; 138: PG 6, 528, 793; Origen, Commentary on the Psalms, Psalm 118(119), 1: PG 12, 1588.)
6. St. Hieronimus (347-420)
“Sunday is the day of the Resurrection, it is the day of Christians, it is our day, Hari Minggu adalah hari Kebangkitan [Kristus], hari itu adalah hari umat Kristen, itu adalah hari kita.” (St. Jerome, In Die Dominica Paschae II, 52: CCL 78, 550.)
7. St. Agustinus (354-430)
St. Agustinus, juga mengajarkan tentang hari Minggu sebagai Hari Tuhan, sebagai berikut: “Oleh karena itu, Tuhan juga telah menempatkan meterai-Nya pada hari-Nya, yang adalah hari ke-tiga setelah Sengsara-Nya. Namun demikian, dalam siklus mingguan, hari itu [Minggu] adalah hari ke-delapan setelah hari ke-tujuh, yaitu hari setelah hari Sabat, dan hari yang pertama dalam minggu.” (St. Augustine, Sermon 8 in the Octave of Easter 4: PL 46, 841.)
Dalam pengajarannya tentang akhir zaman, yang menggenapi simbolisme akhir dari hari Sabat, St. Agustinus menyimpulkan hari akhir itu sebagai, “kedamaian dari ketenangan, kedamaian Sabat, sebuah kedamaian tanpa senja.” (St. Augustine, Confession, 13, 50: CCL 27, 272.) Dengan merayakan hari Minggu, baik sebagai hari pertama dan hari kedelapan, umat Kristiani diarahkan kepada tujuan akhir kehidupan kekal. (lih. St. Augustine, Epistle. 55, 17: CSEL 34, 188)
Maka menurut Paus Yohanes Paulus II, mengutip pengajaran para Bapa Gereja di atas: “Maka, lebih dari “penggantian” bagi hari Sabat, hari Minggu adalah penggenapannya, dan dalam arti tertentu adalah kelanjutannya dan ekspresi yang penuh dalam pengungkapan sejarah keselamatan menurut ketentuan, yang mencapai puncaknya di dalam Kristus.” (Paus Yohanes Paulus II, Surat Apostolik, Dies Domini, 59). Tak mengherankan jika Konsili-konsili para Uskup pun menetapkan bahwa hari Minggu adalah hari Ibadah bagi umat Kristen, dimulai dari Konsili Elvira (300), Konsili Laodicea (abad ke-4), Konsili Orleans (538).
Dasar dari ajaran Magisterium Gereja Katolik
Berikut ini adalah apa yang diajarkan oleh Katekismus Gereja Katolik tentang hari Sabat dan Hari Tuhan:
KGK 2168 Perintah ketiga dari dekalog menekankan kekudusan Sabat. “Hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, hari kudus bagi Tuhan” (Kel 31:15).
KGK 2169 Dalam hubungan ini, Kitab Suci mengenangkan perbuatan penciptaan: “Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya” (Kel 20:11).
KGK 2170 Alkitab melihat dalam hari Tuhan juga satu peringatan akan pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir: “Sebab haruslah kau ingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh Tuhan, Allahmu, dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya Tuhan, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat” (Ul 5:15).
KGK 2171 Allah telah percayakan Sabat kepada Israel supaya ia mematuhinya sebagai tanda perjanjian yang tidak dapat diputuskan (Bdk. Kel 31:16). Sabat itu untuk Tuhan; ia telah dikhususkan dan ditahbiskan untuk memuja Allah, karya penciptaan-Nya dan karya-karya penyelamatan-Nya untuk Israel.
KGK 2172 Perbuatan Allah adalah contoh untuk perbuatan manusia. Allah berhenti pada hari ketujuh dan “beristirahat” (Kel 31:17).karena itu, manusia harus berhenti pada hari ketujuh dan orang lain, terutama orang miskin dapat “melepaskan lelah” (Kel 23:12). Sabat menghentikan sebentar pekerjaan sehari-hari dan memberi istirahat.Itulah hari protes terhadap kerja paksa dan pendewaan uang (Bdk. Neh 13:15-22; 2 Taw 36:21).
KGK 2173 Injil memberitakan kejadian-kejadian, di mana Yesus dipersalahkan karena Ia melanggar perintah Sabat. Tetapi Yesus tidak pernah melanggar kekudusan hari ini (Bdk. Mrk 1:21; Yoh 9:16). Dengan wewenang penuh Ia menyatakan artinya yang benar: “Hari Sabat diadakan untuk manusia, bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2:2). Dengan penuh belas kasihan Kristus menuntut hak, supaya melakukan yang baik daripada yang jahat dan menyelamatkan kehidupan daripada merusakkannya pada hari Sabat (Bdk. Mrk 3:4)..Hari Sabat adalah hari Tuhan yang penuh kasih dan penghormatan Allah (Bdk. Mat 12:5; Yoh 7:23).“Jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat” (Mrk 2:28).
KGK 2174 Yesus telah bangkit dari antara oang mati pada “hari pertama minggu itu” (Mat 28:1; Mrk 16:2; Luk 24:1; Yoh 20:1). Sebagai “hari pertama”, hari kebangkitan Kristus mengingatkan kita akan penciptaan pertama. Sebagai “hari kedelapan” sesudah hari Sabat Bdk. Mrk 16:1; Mat 28:1, ia menunjuk kepada ciptaan baru yang datang dengan kebangkitan Kristus. Bagi warga Kristen, ia telah menjadi hari segala hari, pesta segala pesta, “hari Tuhan” [he kyriake hemera, dies dominica], “hari Minggu”.
“Pada hari Minggu kami semua berkumpul, karena itulah hari pertama, padanya Allah telah menarik zat perdana dari kegelapan dan telah menciptakan dunia, dan karena Yesus Kristus. Penebus kita telah bangkit dari antara orang mati pada hari ini” (Yustinus, apol. 1,67).
KGK 2175 Hari Minggu jelas berbeda dari hari Sabat, sebagai gantinya ia – dalam memenuhi perintah hari Sabat – dirayakan oleh orang Kristen setiap minggu pada hari sesudah hari Sabat. Dalam Paska Kristus, hari Minggu memenuhi arti rohani dari hari Sabat Yahudi dan memberitakan istirahat manusia abadi di dalam Allah. Tatanan hukum mempersiapkan misteri Kristus dan ritus-ritusnya menunjukkan lebih dahulu kehidupan Kristus Bdk. 1Kor 10:11.
“Kalau mereka yang berjalan-jalan di dalam kebiasaan lama sampai kepada harapan baru dan tidak lagi menaati hari Sabat, tetapi hidup menurut hari Tuhan, pada hari mana kehidupan kita juga diberkati melalui Dia dan kematian-Nya… bagaimana kita dapat hidup tanpa Dia?” (Ignasius dari Antiokia, Magn. 9, 1).
KGK 2176 Perayaan hari Minggu berpegang pada peraturan moral, yang dari kodratnya telah ditulis dalam hati manusia: memberikan kepada Allah “satu penghormatan yang tampak, yang resmi dan yang teratur sebagai peringatan akan perbuatan baik dan umum, yang menyangkut semua manusia” (Tomas Aqu., Summa Theology. 2-2,122,4). Perayaan hari Minggu memenuhi perintah yang berlaku dalam Perjanjian Lama, yang mengambil irama dan artinya di dalam perayaan setiap minggu akan Pencipta dan Penebus umat-Nya.
Kesimpulan
Dari keterangan tersebut di atas, kita melihat bahwa adalah Allah sendiri, yang menghendaki Gereja-Nya merayakan Hari Tuhan pada hari Minggu. Gereja Katolik, yang berpegang kepada ajaran para Rasul, hanya mengikuti apa yang difirmankan oleh Allah dalam Perjanjian Baru, sebagai penggenapan dan penyempurnaan Perjanjian Lama. Karena makna Kebangkitan Kristus menggenapi makna penciptaan, maka kita tidak lagi merayakan hari terakhir penciptaan, namun hari pertama penciptaan, karena di dalam Kristus, melalui Pembaptisan, umat Kristen dijadikan ciptaan yang baru. Dan karena Kebangkitan Kristus terjadi pada hari Minggu, maka kita merayakan Hari yang menjadikan kita ciptaan baru yang menggabungkan kita menjadi anggota Kristus itu, sebagai Hari Tuhan. Inilah yang menjadi tanda bahwa kita adalah umat Kristen, yaitu kita telah dijadikan anggota Kristus, karena Kebangkitan-Nya.
Maka hal menjadikan hari Minggu sebagai Hari Tuhan, telah lama dilaksanakan oleh jemaat perdana sebelum zaman Konstantin di abad ke-4. Mari kita bersama-sama mensyukuri akan karunia hari Minggu, hari bagi umat Kristen untuk beribadah kepada Tuhan secara khusus. Namun kita juga dipanggil untuk beribadah setiap hari, dengan ucapan syukur dan senantiasa mengingat Yesus Tuhan kita dan mengikutsertakan Dia dalam kehidupan kita sehari-hari. Terpujilah Tuhan.
Katolisitas. org


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sederet Puisi Kurangkaikan Untukmu "JUNI”

MENGAPA BUNDA MARIA DI SEBUT HAWA YANG BARU?

MENGENANG GETSEMANI